Minggu, 17 Oktober 2010

Para Pemimpin Arab Jadi Target Zionis

Sejak awal pendirian negara Israel menganggap, eksitensi bangsa Arab di wilayah jajahan adalah sebuah kesalahan besar yang harus diluruskan. Oleh karena itu, keberadaan negara Israel dibentuk untuk membetulkan kesalahan sejarah ini, bahkan berupaya untuk menciptakan kesempatan agar dapat menyingkirkan bangsa Arab dari wilayahnya. Diantaranya dengan memerangi pemahaman nasional atau gerakan yang berusaha melindungi identitas Palestina di dalam wilayah Palestina itu sendiri.
Namun upaya mereka untuk menyingkirkan identitas Arab atau menghilangkan rasa nasionalisme mereka dan meleburkanya dengan bangsa Israel selalu gagal. Seperti pemberlakukan undang-undang rasis, sumpah setia pada negara, pemberangusan peringatan Nakbah, mengganti nama-nama dengan bahasa Ibrani, undang-undang kemanusiaan dan yang lainya yang diambil dari undang-undang keyahudian negara Israel dan memprovokasi darah Palestina.
Ujung-ujungnya lembaga Israel ini memberlakukan hukuman terhadap bangsa Arab yang berada di wilayah jajahan, menyusul kegagalan proyek “Asrolah” (mengisraelkan bangsa Palestina). Israel saat ini faham betul, bahwa mereka sedang memerangi peradaban politik yang mempunyai identitas, sejarah dan kebudayaan yang berhubungan langsung dengan tanahnya. Bangsa Arab walau minoritas dari sisi jumlah, akan tetapi dari sisi eksistensi dia adalah mayoritas. Oleh karena itu, minoritas ini tetap menolak hidup dengan berbaju Israel.
Maka, sejak awal Israel memahami, keberadaan anggota Knesset Arab dalam parlemennya akan membantu Isreal untuk membuktikan pada dunia, bahwa negara tersebut melindungi pluarisme demokratis. Pada saat yang sama, politik ini akan melindungi keyahudian Israel dengan memperluas wilayah kekuasaan dan menarik bangsa Arab berada di dalam partai Zionis.
Namun seiring dengan munculnya partai-partai Arab yang menuntut persamaan hak juga berdirinya komite tinggi pemantau masalah-masalah Arab di dalam wilayah Palestina jajahan, termasuk di dalamnya anggota Knesset Arab, mendorong lembaga Arab, berusaha mengkaji ulang tentang criteria apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan anggota Knesset Arab. Peraturan ini diberlakukan agar Knesset Arab tidak bernaung di bahwah komite pemantau Arab sebagai payung politik tertinggi di wilayah jajahan.
Sementara itu, bangsa Palestina di wilayah jajahan 48 adalah satu-satunya kelompok yang mampu menelanjangi masyarakat Israel terkait klaim-klaimnya soal demokrasi dan HAM. Mereka satu-satunya pihak yang mampu mengungkap rasialisme Israel serta permusuhanya terhadap bangsa Palestina, disamping usaha kejinya untuk menghapus historis dan peradaban serta identitas orang Arab serta Palestina.
Untuk menghadapi kondisi seperti ini, tidak ada yang bisa dilakukan oleh bangsa Arab kecuali berkoalisi dengan para pemimpinya untuk mempertahankan tanah mereka dan menghidupkan kembali komite pemantau Arab, sebagai komite eskskutif yang mampu merancang setrategi politik di satu sisi dan menghadapi politik negara rasis. Dengan bersatunya antara rakyat Arab dan para pemimpinya dimungkinkan akan mampu menghadapi segala provokasi negara rasialis.
Di pihak lain, Israel memperlebar pintu-pintu provokasi dan kebencian, disamping pembunuhan dan pengusiran bangsa Arab Palestina dari wilayah jajahan 48. Seperti tampak dalam tekad mereka untuk memaksakan legitimasi bahasa Zionis pada orang-orang Arab Palestina. Dengan kondisi ini, nasib bangsa Arab di masa yang akan datang semakin buruk. Undang-undang “Hanin” misalnya, menyebutkan tentang pencopotan anggota Knesset dari jabatanya, bila diketahui ikut dalam mendukung suatu negara yang disebut musuh. Provokasi terhadap minoritas Arab tidak akan pernah berakhir.
Sejak awal, Israel telah mulai memobilisasi suasana umum yang diwarnai semangat permusuhan terhadap orang-orang Arab yang akan tetap menjadi duri dalam tenggorokan, selamanya. (asy)
Pusat Kajian Kontemporer  11/10/2010
Sumber/infopalestina 

0 komentar:

Posting Komentar