Jumat, 28 Oktober 2011

Sudah kenalkah kita dengan Dunia??!!

Sudah kenalkah kita dengan Dunia??!!


By: Muherman Numrah

Firman Allah ‘Azza WaJalla:

“...Sesungguhnya kehidupan dunia Ini hanyalah kesenangan (sementara) dan Sesungguhnya akhirat Itulah negeri yang kekal.” (QS. Al-Mukmin: 39).

Sabda Rasulullah SAW:
“Apalah dunia bagiku! seumpama aku dan dunia adalah seumpama pejalan yang berjalan di tengah terik, lalu berteduh di (bawah) sebatang pohon dan kemudian meninggalkannya.” (HR. Ahmad, Turmizi, Ibnu Majah, dan Hakim; hadits shahih).

Sabda Beliau:
“Jadilah kamu di dunia seperti orang asing atau seperti pengembara.” (HR. bukhari).

Dan sabda beliau juga:
“Dunia itu penjaranya orang mukmin dan sorganya orang kafir.” (HR. Muslim).

Berkata Yahya Bin Mu’adz: “Kamu bukan di suruh untuk meninggalkan dunia, (tapi) kamu di suruh meninggalkan dosa; meninggalkan dunia adalah fadhilah (keutamaan), meninggalkan dosa adalah fardhu, sedangkan mengerjakan yang fardhu lebih kamu butuhkan dari pada kebaikan dan kelebihan”

Berkata Imam Ahmad Bin Hanbal: “Zuhud di dunia adalah pendek angan-angan”

Berkata Abdulah Bin Umar Ra: “Sesungguhnya dunia itu adalah Sorganya orang kafir dan penjaranya orang beriman....seumpama orang beriman ketika keluar darinya, seperti seseorang yang baru keluar dari penjara, sehingga kemudian ia bebas berjalan dan bergerak di bumi”
Wahai Manusia!...Sesunggguhnya panah kematian sedang membidik kamu maka perhatikanlah ia! dan jeratan angan-angan sedang melintas di hadapanmu maka berhati-hatilah! fitnah dunia sedang meliputimu dari segala penjuru maka takutilah ia! Janganlah kalian merasa bahagia dengan keadaan yang bagus, maka sesungguhnya ia sedang melangkah ke kefanaan, sedang bersiap menuju perjalanan, dan sedang berjalan menuju kehancuran dan kematian”[1]

Berkata Sya’ir:
Wahai diriku! celakalah kamu...telah datang masa muda!
Bagaiamanakah masa kecil dan bagaimanakah masa muda?
Akan menjelang masa mudaku, seolah-olah ia tidak akan terjadi
Telah datang masa mudaku, seolah-olah ia tidak akan pernah lenyap
Seolah-olah diriku dalam kelengahan
Dan berkata Sang Pemberi Karunia: “Semuanya telah habis”

Berkata Bilal Bin Sa’ad: “Wahai Ahli At-Tuqa!...Seungguhnya kamu tidak di ciptakan untuk lenyap, kamu hanya berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, sebagaimana kamu berpindah dari tulang punggung ke dalam rahim, dan dari rahim ke dunia, dan dari dunia ke dalam kubur, dan dari kubur ke padang mahsyar, dan dari mahsyar ke sorga atau ke neraka”[2]

Berkata Ibnu As-Samak: “Barang siapa yang meneguk rasa manisnya dunia sehingga menyukainya, maka ia akan meneguk rasa pahitnya akhirat sehingga ia berusaha lari darinya”[3]

Berkata Ibnu Hazim: “Barang siapa yang kenal dunia...maka ia tidak akan merasa bahagia dengan kesenangannya dan tidak akan sedih dengan deritanya”

Berkata Ibnu Mubarak: “Wahai anak adam!...Bersiaplah untuk akhirat, Tha’atilah Allah sesuai kebutuhanmu kepada-Nya, dan marahlah karena Allah kadar kesabaran kamu terhadap neraka”

Berkata Hasan Ra: “Wahai anak adam!...sebenarnya hari-hari yang telah kamu lalui mengurangi umurmu”
Berkata Yahya Bin Mu’adz: “Miskin[4] anak adam jika ia takut neraka sebagaimana ia takut miskin maka ia akan masuk sorga”[5]

Berkata Sufyan Ats-Tsauri: “Takutilah kemurkaan Allah pada tiga perkara: Takutlah jika kamu lalai dari apa yang di perintahkan kepadamu, Takutlah kamu jika Dia melihatmu sedangkan kamu tidak redha dengan apa yang di berikan kepadamu, dan Takutlah jika kamu meminta sesuatu dari dunia kemudian kamu tidak mendapatkannya dan lantas kamu memurkai Tuhan-mu”

Diantara wasiat Nabi Isa 'Alaihis Salam kepada para sahabatnya: “Siapa yang sanggup membangun rumah di atas ombak di pantai? Itulah dunia...maka janganlah kalian menganggapnya sebagai tempat yang kekal”[6]
Perkataan sebagian para Salaf: “Berhati-hatilah terhadap dunia; maka sesungguhnya sihirnya lebih bahaya dari sihir Harut dan Marut,...karna Harut dan Marut memisahkan antara dua orang suami istri. sedangkan dunia memisahkan antara hamba dengan Tuhan-nya[7]

Berkata Siyar Abu Al-Hakam: “Bahagia dengan dunia dan sedih dengan akhirat tidak akan pernah berkumpul dalam hati seorang hamba, apabila salah satu dari yang dua tadi menempati hati, maka yang lain akan lari’[8]

Berkata Sa’id Bin Mas’ud: “Apabila kamu lihat seorang hamba bertambah dunianya dan berkurang akhiratnya  sedangkan ia dengan keadaan ini redha, sungguh ia telah tertipu dengan sebuah penipuan yang di mainkan di depannya sedangkan ia tidak menyadarinya”[9]

Berkata Sufyan Ats-Tsauri: “Ambillah dunia untuk badanmu dan ambillah akhirat untuk hatimu!”[10]
Berkata Hasan: “Demi Allah Sungguh Bani Israil menyembah berhala setelah menyembah Allah karna cinta mereka terhadap dunia[11]

Berkata Lukman Al-Hakim kepada anaknya: “Wahai anakku! Sesungguhnya dunia lautan yang amat dalam dan sungguh telah banyak manusia tenggelam di dalamnya, maka jadikanlah perahumu Taqwa kepada Allah, bekalnya Iman kepada Allah Ta’ala, syi’arnya (slogan) tawakkal kepada Allah ‘Azza WaJalla, semoga kalian selamat dan saya yakin kalian akan selamat”[12]

Ditanya Hakim: “Dunia itu untuk siapa?” dia berkata: “(Dunia itu) untuk orang yang meninggalkannya” dan dia ditanya lagi: “Akhirat itu untuk siapa?” dia berkata: ‘(Akhirat itu) untuk orang yang memintanya”[13]

Mengumpulkan dunia dengan jalan halal dan membelanjakan di jalan halal, dan ini adalah ibadah dan juga merupakan cara mendekatkan diri kepada Allah 'Azza WaJalla, namun apabila dari yang haram walaupun di belanjakan kepada yang halal dan terpuji maka itu adalah seburuk-buruk bekal untuk sampai ke-Neraka.[14]

Berkata Ali Bin Abi Thalib: "Barang siapa yang mengumpulkan enam perkara maka ia tidak perlu meminta Sorga lagi dan tidak akan memohon di jauhkan dari Neraka; Barang siapa yang mengenal Allah dan mentha'ati-Nya, mengenal syaithan dan memaksiatinya, kenal dengan kebenaran lalu mengikutinya, tahu dengan kebathilan lalu menjauhinya, kenal dunia lalu membuangnya, kenal akhirat lalu memintanya"[15]

Itulah saudara! Kita hidup kemudian mati, sedangkan kematian bukanlah akhir segalanya, ingatlah bahwa setelah dunia ada akhirat; adalah tempat manusia menerima hasil usahanya selama di dunia, apabila baik maka baiklah hasilnya dan apabila buruk maka buruk pulalah hasilnya; yaitu hari yang tidak ada lagi kata menyesal dan tidak ada lagi kata mengelak, berkata orang kafir: "Ya Tuhan kembalikan aku sejenak pasti aku akan beramal shaleh!"

Cukuplah dunia sebagia ladang untuk akhirat, sebagai musim untuk beribadah dan zamannya ketha'atan, di dalamnyalah kita berbekal untuk akhirat kelak, maka kita akan berjalan langkah demi langkah menuju kebahagiaan abadi.[16]   
Berkata Fudhail Bin iyadh: "Allah menjadikan keburukan semuanya di dalam sebuah rumah dan menjadikan cinta dunia sebagai kuncinya, dan Allah menjadikan kebaikan semuanya di dalam sebuah rumah dan menjadikan zuhud di dunia sebagai kuncinya"[17]

Maka dunia adalah kampung cobaan yang takkan pernah henti, yang buruk adalah cobaan dan yang baikpun merupakan cobaan, apakah tidak kita lihat betapa banyak ujian dan derita melanda sehingga kita di tuntut sabar menjalaninya, dan apakah tidak kita lihat banyak kebaikan yang menyesatkan; seorang ulama bisa saja hancur dengan ilmunya, seorang yang rajin bersadakah bisa saja hancur hanya karna hartanya, dan betapa banyak orang yang shalat akan tetapi ia sebenarnya ia bukan shalat, begitu juga orang yang puasa yang ada hanyalah rasa haus dan lapar, kepayahan dan kemuliaan sementara yang menghasilkan cambuk neraka ribuan tahun.

Betapa banyak orang yang kaya bersedekah tapi riya, orang yang shalat akan tetapi hanya sekedar penjawab tanya dan ingin di pandang shaleh, seorang ulama yang rajin berdakwah akan tetapi hanya mengharap harta dan kemuliaan di tengah-tengah kaum, berilmu tanpa amal dan beramal tapi tidak khasyyah (takut kepada Allah), itulah ulama yang buruk, ulama dunia bukan ulama akhirat, maka jadilah ulama akhirat yang tidak harap melainkan Allah, yang tidak takut melainkan kepada Allah.

Kita adalah para perantau yang hidup mengembara di tengah-tengah desas-desus nafas-nafas makhluq-makhluq bernyawa, kita selalu berlomba dengan waktu demi tercapainya harapan masing-masing, dan perlombaan inilah yang selalu membutakan mata dan memekakkan telinga, di karnakan semua perlombaan yang ada bisa merusak kecuali satu perlombaan yaitu perlombaan dalam kebajikan, firman Allah:
"Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. Al-Baqarah: 148).

Akan tetapi, siapa saja di rerantauan ini tidak akan selamat melainkan orang yang bisa mengambil nasibnya, orang yang bisa mengenal hidupnya dan orang yang bisa menghitung waktu dengan hitungan tangis, karna yang telah berlalu akan di tanya dan yang akan datang apakah mungkin akan di lalui?   

Hidup di rantau bagai hidup di padang yang jauh dari reramaian orang yang kita kenal, kita harus bisa berfikir, berharap dan bekerja karna kembalinya kita ke tempat asal akan di tanya, maka merantau bukanlah hal yang mudah akan tetapi kelelahannya adalah tangisan dan kebahagiaannya adalah senyum di akhir yang baik.         

Sebagaimana di sifatkan rasulullah SAW bahwa merantau hanyalah sejenak adanya, kita tidak akan menetap selama-lamanya, kita tidak akan mati di sana dan lantas akan terhapus dalam sejarah nama-nama manusia, maka dalam artian sederhana walaupun kita mati di rantauan paling tidaknya mayat kita akan di pulangkan kenegri asal.    

Maka begitu pula perantauan kita  di dunia ini, kita tidak akan selamanya hidup disini kita akan mati dan akan terhapus dari lembaran-lembaran daftar orang hidup, maka ingatlah kematian kita bukanlah akhir segalanya, kematian bukan berarti kita akan binasa dan tidak akan ada perjalanan selanjutnya, akan tetapi lenyapnya kita dari dunia ini adalah dalam artian berpindahnya kita ke kehidupan lain.
 ....................... 

[1] . Al-‘Aqibah, hal. 69

[2] . Siyar A’lam Nubala’, jilid 5 hal. 91

[3] . Syadzarudz dzahb, jilid 1 hal. 304

[4] . Miskin dalam bahasa arab umum diartikan “kasihan”

[5] . Ihya’ Ulum Ad-Din

[6] . Jami’ al-ulum wal hikam

[7] . Tasliyah ahlil mashaib 248

[8] . Sifatus shafwah, jilid 3 hal. 13

[9] . ihya’ 267

[10] . ihya’ 267

[11] . ihya’ 267

[12] . ihya’ 264

[13] . ihya’ 269

[14] . Ad-dunya zhillun zail, hal. 7

[15] . al-ihya' ulumiddin: 3/224

[16] . ad-dunya zillu zail

[17] . al-ihya': 4/257

0 komentar:

Posting Komentar