Senin, 30 April 2012

SEBELUM TERLAMBAT!!!! (KISAH SEORANG IBU TUA)

SEBELUM TERLAMBAT!!!! (KISAH SEORANG IBU TUA)
.
Dikisahkan; Dua orang anak yg sangat sukses sekali teringat akan kampung dan ibunya yg mereka tinggal semenjak bertahun lamanya, walaupun mereka tetap berhubungan lewat telepon akan tetapi sang anak tidak pernah melihat ibunya semenjak bertahun-tahun lamanya.
Dia sudah menjadi seorang yg sukses dan kaya, sedangkan saudarinya pun sudah menjadi dokter sukses dan paling di butuhkan di sebuah rumah sakit terkenal.

Masa kecil mereka memang sederhana, ibu mereka membesarkannya tanpa suami, dengan kesederhanaan inilah sang ibu berkuras keringat menafkahi dua buah hatinya, dia ingin kedua anaknya berhasil dan bisa merubah nasib keluarga mereka.

Dengan usaha nan gigih; sabar, ulet dan ikhlas. Sang ibu akhirnya bisa menyekolahkan anak-anaknya ke kota besar, sehingga mereka mengikuti jenjang kuliah dan akhirnya mendapatkan apa yang mereka inginkan. Mereka berhasil menggapai cita-cita mereka, berkat do’a, usaha dan berkata do’a ibu mereka.

Mereka sudah menjadi manusia super sibuk, sehingga tidak sanggup pulang kampung melainkan hanya dg telponan, itupun hanya sebentar. Ketika ibunya baru berkata Assalamu’alaikum, anaknya yg dokter berasalan “Udah dulu ya bu, sebentar lagi saya harus mengadakan operasi dan pasien sudah menunggu”. Padahal sang ibu sewaktu berbicara sambil batuk-batuk, menunjukkan bahwa dia sakit, namun sang anak lebih mementingkan pasien ketimbang menunggu pembicaraan sang ibu dan menanyai keadaannya.

Di tengah malam nan kelabu, penyakit ibu ini semakin berat sehingga dia tidak bisa berbuat apa-apa. Di rumah hanya dia sendirian, di gubuk yg hampir roboh, dengan batuk yg pada akhirnya mengeluarkan darah. Wanita yg menginjak umur senja ini sudah menderita penyakit berbahaya semenjak beberapa bulan yg lalu, namun apa daya dia tidak punya dana untuk biaya berobat kerumah sakit.

Akhirnya di tengah malam yg bersapu angin, sang ibu merasakan angin dingin; jiwanya sudah terlalu sakit, lemas, sudah beberapa hari kekurangan gizi dan obat. Tidak ada yg menjenguknya kecuali tetangga terdekat itupun hanya menanyai keadaan wanita tua ini.
Sambil meraih Mushhaf (Al-Qur’an) dia berusaha bangkit sebisanya, membaca kitab Allah walau hanya satu ayat menjelang nafasnya yg terakhir, dia merasakan angin dingin semakin menjankit seluruh tubuhnya, dia tahu kalau ajal sudah dekat. Walau dalam keadaan payah seperti ini dia berusaha mengingat kedua anaknya yg sudah lama meninggalkannya, harapan agar bisa melihat mereka walau sesaat.

Namun…nafasnya sudah sesak, jiwanya merintih kedinginan, air matanya mengalir bak hujan, hatinya rapuh, jiwanya hampa. Di langit-langit rumah terlihat wajah suaminya yg sangat dia cintai melambai, seakan memanggil “Marilah adindaku, aku menunggumu di alam yg tidak akan ada lagi kelelahan”.

“Laa Ilaaha Illallah” dengan suara serak, sang ibu menutup akhir hayatnya. Ruhnya telah pergi bersama para Malaikat Allah, tidak aka ada lagi tangis atau kenakalan anak-anaknya, mereka telah damai dg keberhasilan dan aku juga telah damai di kuburanku.

Pada subuh hari buta, salah seorang ibu-ibu dari tetangga mendatangi rumah tua ini, yg biasanya di lakukan setiap pagi melihat keadaan tetangganya. Namun kali ini, dia tidak mendapati melainkan jiwa yg terbujur dg wajah tersenyum lebar, menyimpan sejuta makna, sejuta asa, sejuta rindu, dan sejuta tanda tanya.

“Telah meninggal fulanah” begitulah suara mic mushalla kecil terdengar di dekat rumahnya, seraya suara penduduk berucap “Inna Lillahi Wainna Ilahi Raji’un”. Derap langkah mereka mulai memecah suasana kampung, mereka berbondong menuju gubuk si mayit, menjenguk, mendo’akan serta memuji kebaikan dan kesantunan wanita tua ini.

Pada waktu yg sama suara telpon berdering di dua buah rumah mewah di pusat kota, padahal pemilknya masih terlelap sehingga suara telpon membangunkan mereka. dg sebuah tanda tanya dua orang ini berkata “Siapa yg menelpon di subuh buta ini?”; walalupun jam dinding sudah menunjukkan jam 8 pagi. Namun pada hari ini adalah bertepatan dg hari libur, hari ini kalender merah semua orang tidak akan masuk kantor atau sekolah, karna hari ini adalah hari ibu.

Setelah mengangkat gegang telpon terdengarlah suara sesak, seolah-olah orang yang baru saja lari, katanya “Apakah betul ini fulan & fulanah anaknya bu fulanah?”. Dalam waktu yg sama walau berbeda tempat, keduanya menjawab “Benar”. Orang yg menelpon tadi melanjutkan “Sabar ya nak! Ibumu telah berpulang kerahmatillah tadi pagi”!.

Ohhhhhhhhhh…bagai disambar petir, keduanya terdiam kaku seolah batu es di tengah padang kutub. Mereka seakan tidak percaya, padahal hari ini mereka akan merayakan hari ibu..istrinya ibu dari anak-anaknya sedangkan yang satu lagi dia sendiri seorang ibu dari anak-anaknya.

Fikiran mereka menerawang jauh menapat wajah ibu mereka, mengenang gubuk tua tempat situa di tinggalkan. Mereka berjanji akan kembali cepat sudah berhasil ataupun tidak, mereka berjanji akan membikin sebuah istana megah untuk ibunya, mereka berjanji akan mengobati seluruh penduduk kampung secara gratis terutama ibunya. Namun apa daya; istana dan rumah sakit hanya untuk mereka, sedangkan orang tua dan kampungnya tidak.

Menyesal, merintih, menangis, berteriak sekuat-kuatnya!!! Ahhhh..tidak akan ada gunanya lagi…seolah-olah waktu mencibirkannya “Sudah terlambat wahai hamba Allah!!!!!”. Semua itu tidak ada gunanya lagi, terlambat sudah. Ibumu hanya tinggal cerita, tangis dan penyesalan.

Hamba Allah! Kamu telah berhasil sehingga lupa tempat asalmu, kamu telah menjadi pohon nan rindang dan berbuah ranun sehingga kau lupa akarmu, yg membesarkan dan mendidikmu. Berkorban dan berusaha demi masa depanmu.

Demikianlah…telah berakhir sebuah cerita menyedihkan namun penuh ibrah, harapan agar orang-orang yang mendengarnya bisa cepat-cepat sadar dan lekas menghubungi orang tuanya apabila jauh, segera pulang, berbakti dan meminta maaf atas semua kekurangan, kelalaian dan kesalahan.

“Sorga itu memang di bawah telapak kaki ibu, maka peganglah erat-erat sebelum dia pergi!!!”

Ibu kita, bapak kita dan para orang tua kita adalah sorga kita; redha Allah pd redha keduanya dan murka Allah pd murka keduanya, Allah Ta’ala mewasiatkan kita agar berbakti kepada keduanya, Nabi kia juga berwasiat sama; sehingga lebih di dahulukan dari pada jihad di jalan Allah.

Oh ibu dan ayah…betapa aku mencintaimu, aku ingin merangkul, menampung semua keluh kesahmu. Maafkan daku dan redhai daku.

Sahabatku!..bersegeralah sebelum terlambat, kejarlah sebelum tertinggal, pegang erat-erat kakinya dan masuk ke dalam Sorga bersama-sama dengan Selamat.
.
Allahu A’lam…
.
Akhukum “Muherman Numrah Al-Minangkabawy

0 komentar:

Posting Komentar